“Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta mewujudkan pribadi insan ulul albab”.
Seringkali kita mendengar istilah ulul albab di dalam PMII, baik ketika berdiskusi, membaca, ataupun mendengarkan penuturan pemateri dalam kegiatan kaderisasi baik formal,informal, ataupun non formal. Namun masih banyak juga yang kurang begitu paham apa makna dari istilah tersebut. Kalimat pembuka di atas merupakan narasi tentang ulul albab yang termaktub dalam Anggaran Dasar PMII BAB IV Tujuan dan Usaha, pasal 6 Usaha poin ke-2. Dengan demikian, sudah menjadi hal yang perlu, bahwa setiap usaha kaderisasi di dalam PMII memiliki tujuan untuk bagaimana melahirkan kader ulul albab. Sebagaimana yang sudah menjadi eka citra diri PMII. Namun ketika melihat realitas kultural kader PMII milenial, di Madura pada khususnya, yang hari ini mulai jauh dari nilai-nilai, kerakteristik sebagai kader  ulul albab. Maka perlu adanya refleksi serta rekonstruksi terhadap pemahaman nilai-nilai dari ulul albab itu sendiri. Untuk mengembalikan karismatik dan eka citra PMII sebagaimana yang di cita-citakan.

Berbicara ulul albab, secara umum didefinisikan sebagai seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan (olah pikir) dan iapun tidak lupa mengayun dzikir. Ulul albab adalah tipe manusia yang holistik, menyeluruh, ada koneksi yang singkron antara hati, akal, dan perbuatan. Sehingga melahirkan motto PMII: dzikir, fikir, amal sholeh sebagai integral kepada seorang pribadi kader ulul albab. Didalam beberapa buku panduan PMII, kata ulul albab sesungguhnya banyak disebutkan di dalam Al-quran, sebanyak 16 kali. Yang kemudian ayat-ayat tersebut dikolaborasikan dan dapat dicirikan bahwa kader ulul albab: 1) Berkesadaran histories-primordial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam. 2) Berjiwa optimis-transendental atas kemampuan mengatasi masalah kehidupan. 3) Berfikir secara dialektis. 4) Bersikap kritis, dan Bertindak transformatif.

Ciri pertama dapat diterjemahkan bahwa, sesungghuhnya manusia adalah makhluk yang terikat dengan perjanjian primordial dengan tuhan. Karenanya manusia selalu hidup dalam bingkai ketuhanan. Kemudian atas ikatan janji itu manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas proses sejarah yang terjadi dan dia tidak bisa mengelak perjanjian itu , yaitu sebagai insan yang berketuhanan dan sebagai kholifah di bumi.

Kedua, berjiwa optimis-transendental atas kemampuan dalam mengatasi masalah kehidupan. Sebagai kader ulul albab, kita akan senantiasa percaya, bahwa apa yang diberikan tuhan merupakan hal yang terbaik. Sesuai apa yang telah disampaikan tuhan dalam kitab sucinya, bahwa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut tuhan, begitu juga sebaliknya. Sehingga, pantang bagi kader putus asa dalam menghadapi permesalahan dalam kehidupan. Juga nalar kritis yang dimiliki, akan selalu memberikan rung untuk menemukan jalan keluar.

Ketiga, berfikir secara dealektis. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi).Sebagai kader PMII kita harus memiliki logika befikiri yang luas, tidak mudah dalam mengambil kesimpulan. Anlisis sosial yang dimiliki mampu menciptakan dialektika antara ruang demi ruang, sehingga melahirkan solusi yang pas. Bahkan dengan adanya dialektis akan menutup ruang dalam pengambilan keputusan sepihak.

Keempat, kritis-transformsatif yang merupakan paradigma PMII, juga sebagai salah satu tanggung jawab sosial sebagai mahasiswa, atas kesadaran bentuk pengabdian kepada masyarakat. Lewat paradigma kritis PMII berupaya menegakkan sikap kritis dalam berkehidupan dengan menjadikan ajaran agama sebagai inspirasi yang hidup dan dinamis. Paradigma kritis juga berupaya menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan dari berbagai belenggu yang diakibatkan oleh proses sosial yang bersifat profan. Pradigma kritis melawan segala bentuk dominasi dan penindasan, dan membuka tabir dan selubung pengetahuan yang munafik dan hegemonic. Semua ini adalah semangat yang dikandung oleh islam. Sehingga ada transformasi nilai, untuk mencapai tujuan bersama sesuai yang diharapkan.
Namun ketika dikaitkan dengan realitas kehidupan PMII milenial, di Madura pada umumnya, Pamkeasan pada khususnya, cenderung jauh dari nilai-nilai sebagai kader ulul albab. Kader PMII seringkali terlelap dengan menjadi kelompok acuh tak acuh, pesimis, anti-intelektualisme, melanggengkan budaya konsumtif dan hedonis hingga menjauhkan dari realitas sosial. Seakan kader PMII sekarang terjajah, terutama dalam dunia gamer. Semisal  Mobile Legend, Pubg Mobile, dsb. Seharusnya, kader PMII tidak boleh seperti itu. Budaya intelektual, literasi, dan disklusi harus hadir ditengah-tengah kader PMII. Suapaya apa yang dicita-citakan (ulul albab) bisa tercapai dengan nyata.

Secara ektsrim barangkali bisa dianggap bahwa klaim refleksi ini sebagai sebuah refleksi agak berlebihan. Namun demikianlah adanya, saya merasakan ada sesuatu hal yang hampa dari PMII, ketika kita sering berbicara intelektualitas, namun pada saat yang sama PMII justru tidak jelas identitasnya sebagai kader (ulul albab). Ataupun kalau kita merasa identitas PMII sudah jelas, barangkali kita merefleksikan perkembangan PMII dalam tahun terkhirr ini, yang kurang totalitas. Menurut Gransci, sebagai inteletual organik, tentu kita dituntut untuk tidak sekedar paham teori lantas selesai, namun jauh dari itu semua, kita harus mampu mengaplikasikan teori itu kepada realitas sosial yang ada. Sehingga kurangnya kader PMII dalam pengaplikasian nilai-nilai ulul albab itu sendiri, dengan adanya kesadaran penuh oleh pribadi kader.

Saya percaya bahwa sebenarnya kader PMII bukan tidak tahu terhadap citra diri PMII, melainkan kurangnya kesadaran untuk mengaplikasikan dalam kehidupan. Maka perlu refleksi dan implementasi sebagai sebuah rekonstruksi dihari lahir yang ke-59 ini.


Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata (WS Rendra, 22 April 1984).

Kesadaan dari masing-masing diri kita sendirilah sudah selayaknya dilakukan. Ia kemudian menjadikan diri kita dapat memberikan dampak, menularkan efek dan menghantarkan gelombang stimulus kepada yang lain. Ber-PMII jangan hanya sebatas pada simbol saja. Kamu memakai kaos bertulisan PMII, berjas dan berfoto dengan bendera PMII diunggah di berbagai media sosial berharap like komen, dan jaminan surga, nongkrang-nongkrong di basecamp, ngopi-ngopi di warung, tapi tidak memiliki esensi yang jelas. Kemudian kamu diam seribu bahasa ketika ditanya tentang citra diri PMII.

Maka dari itu sebagai bagian dari kelompok mahasiswa, aktivis PMII harus paham dan sadar bahwa sebagai mahasiswa yang merupakan golongan muda harus mampu memancarkan apa yang menjadi tanggung jawab sosial,intelektual,moral hingga spiritual. Kader PMII harus melakukan fungsinya sebagai agen perubahan, stok pemimpin masa depan, agen moral maupun agen kontrol sosial. Maka jangan hanya berada pada zona nyaman , keluarlah dari zona nyaman. Inisiasi gerakan perubahan, kembangkan softskill, lahirkan inovasi maupun terobosan sebagai pengembangan ilmu, terus perbanyak membaca, giat berdiskusi, latih diri untuk menulis, dan jangan lupa ngopi.

Sebagai kader ulul albab di dalam Pergerakan Mahsiswa Islam Indonesia. Maka setiap hari harus senantiasa memperbaiki diri dalam rangka pembentukan pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah Swt., berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, dan berkomitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (Anggaran Dasar PMII BAB IV Pasal 4). Selalu memperbaiki diri secara kontinyu dan istikomah adalah kewajiban seluruh kader, sehingga apa yang telah dijadikan sebagai tujuan yang mulia PMII  nantinya tercapai secara nyata.

Dua hal yang menjadi perjuangan PMII adalah keislaman dan keindonesian. Keislaman berdsaarkan Ahlussunnah Waljamaah (ASWAJA) dengan memegang teguh prinsip yang di dalamnya ada: tawasuth (moderat), tawazun (seimbang),ta’adul (adil), dan tasamuh (toleran). Kerangka aswaja tersublimasi dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang senantiasa dijadikan sebagai motivasi, landasan berfikir dan landasan berpijak. Yang terumus dalam tiga poin, yaitu hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.  Dan kader PMII tidak bolehh melupakan trilogi PMII: tri motto (dzikir,fikir,amal sholeh), tri khidmat (taqwa,intelektual,dan prrofesional), tri komitmen (kebenaran,keadilan,kejujuran). Dan ketika semua sudah bisa di implemnentasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka kita berhak atas sandang predikat sebagai insan ulul albab sebagaimna yang menjadi Eka Citra Diri PMII.

Komisariat, 25 April 2019