![]() |
Pecandu Kopi dan Kopri |
Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini semua kalangan baik praktisi, politisi dan akademisi sedang gencar-gencarnya membicarakan tentang roadmap Indonesia maju yang dikenal dengan “Indonesia Emas Tahun 2045”. Tahun itu dipilih karena bertepatan dengan 100 tahun Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Perbincangan yang sering menjadi topik terhangat ini meyakini generasi muda atau generasi milenial sebagai penentu sukses atau
tidaknya Negara Indonesia maju ditahun 2045. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, kita sebagai kader PMII yang termasuk bagian dari generasi penerus atau kita sebut sebagai generasi emas mampukah ikut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Maju Tahun 2045?. Mari kita bahas secara perlahan.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau yang sering dikenal dengan PMII adalah organisasi ekstra kampus yang berdiri pada tahun 1960 dengan landasan teologis Ahlusunnah Wal Jamaah, yang mana kader-kader PMII pada umumnya adalah mereka yang mempunyai latar belakang dari kalangan pondok pesantren khususnya Nahdlatul Ulama (Kader Nahdiyin). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa PMII sejak pertama kali berdirinya, aktif berperan dalam sejarah kehidupan politik, sosial, budaya, dan pendidikan di Indonesia. Sebagai organisasi mahasiswa, PMII menjadi bagian dari simpul-simpul gerakan mahasiswa yang mampu memberikan pengaruh baik secara pemikiran maupun gerakan.
Kader PMII tumbuh sebagai aktivis yang
mampu menginternalisasikan antara nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman dalam nafas
pergerakan yang biasanya identik dengan membela hak-hak kaum tertindas. Mari kita
flashback pada sejarah sebentar. Pada saat berumur satu tahun, PMII sudah mulai menunjukkan
gerakan-gerakan politiknya dengan menjadi anggota forum pemuda sedunia di Moskow (Contituente Metting for The Youth Forum), dan pada tahun-tahun selanjutnya PMII memimpin organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), berpartisipasi dalam pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), bergabung dengan kelompok Cipayung serta
berbagai gerakan-gerakan berpengaruh lainnya. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah cukup hanya dengan aktif diberbagai gerakan politik PMII mampu mewujudkan cita-cita Indonesia Emas Tahun 2045? Simak dengan seksama jawaban dibawah ini.
Perlu sahabat-sahabat ketahui bahwa PMII tidak hanya mempunyai landasan teologiAhlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja) dan Paradigma Kritis Transformatif (PKT) saja, akan tetapi PMII juga mempunyai Nilai Dasar Pergerakan (NDP) sebagai hasil sublimasi antara nilai keislaman dan keindonesiaan. Selain itu, PMII didirikan untuk melakukan perubahan tata
struktur dan sistem yang buruk, mempertahankan tradisi yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Maka, sudah saatnya PMII tampil sebagai problem solver dan sebagai garda terdepan dalam mengatasi polemik yang memasung, membelenggu fisik dan pikiran negara bangsa. PMII dari dulu terkenal dengan tradisi-tradisi gerakan politik dan kontrol sosial yang begitu masif, lancar dalam berorasi dan menyampaikan aspirasi, siap berdiri paling depan dalam persoalan membela kebenaran, paling giat jika urusan ibadah kepada tuhan. Tradisi-
tradisi tersebut haruslah tetap dipertahankan dan dilestarikan.
Namun tidak hanya sampai disini, dizaman yang penuh dengan modernisasi ini perlu adanya tradisi baru yang harus diadopsi oleh PMII, yaitu seluruh kader PMII wajib menjadi aktor perubahan dalam setiap problematika yang ada di masyarakat dan bangsa ini. Artinya sebuah keharusan kader PMII tidak hanya pandai dalam berorasi namun juga harus mampu membuat sebuah inovasi. Pertanyaan mendasar yang perlu kita garis bawahi adalah apa peran PMII hari ini dalam mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045?
Indonesia Emas adalah keadaan dimana ketika saat negara ini mampu bersaing dengan bangsa lain dan mampu menyelesaikan masalah kebangsaan yang tak kunjung usai. Kunci utama untuk mewujudkan Indonesia Emas adalah terletak pada kualitas sumber daya manusianya terutama kaum pemudanya. Tahun 2045 disebut sebagai jendela demografi yakni fase dimana jumlah usia produktif lebih banyak dibandingkan jumlah usia yang tidak produktif.
Hal ini akan berdampak terhadap dua kemungkinan, pertama adalah menjadi bonus demografi dan yang kedua adalah menjadi kutukan demografi. Bonus demografi dapat tercapai jika kualitas sumber daya manusianya berkualitas sehingga akan berimbas terhadap perkembangan suatu negara. Sebaliknya, kutukan demografi akan terjadi ketika sumber daya manusianya tidak memiliki kualitas dan integritas sehingga yang terjadi adalah pengangguran massal yang akan menjadi beban negara.
Ketika melihat keadaan pemuda dan kaum terpelajar bangsa saat ini yang hanya lebih menyadari akan kepentingan pribadinya saja, masalah seputar bagaimana cepat lulus kuliah kemudian mendapatkan pekerjaan. Sifat yang pragmatisme, gaya hidup yang serba hedonisme, dan budaya konsumerisme kian menjangkit para pemuda masa kini. Bahkan mirisnya, pemuda hari ini sudah mulai bersikap acuh tak acuh terhadap keilmuan dan literasi, padahal kebodohan
adalah merupakan kecelakaan dan penderitaan yang sangat menyakitkan. Maka kemudian kader PMII harus tampil dalam menjawab semua tantangan zaman yang ada. Dengan semangat kebangsaan dan keislamannya kader PMII harus mampu mewujudkan; demokrasi Indonesia yang berkualitas. Supremasi hukum yang murni, konsisten, dan absolut. Emansipasi pendidikan. Bangsa enterpreneur. Pembrantasan kemiskinan dan korupsi.
Dzikir, Fikir, dan Amal Shaleh
Wallahul Muwaffiq Ilaa Aqwaamith Thoriq
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Penulis : Aliful Muhlis, Mahasiswa Program Studi Akuntansi Syariah (4)
Editor : Hul
0 Komentar
tinggalkan jejak sahabat